Tuesday 14 March 2017

PENGKODEAN MORBIDITAS

BAGIAN  I

APA YANG DIMAKSUD
DENGAN PENGKODEAN MORBIDITAS
(WHAT IS MORBIDITY CODING)

DESKRIPSI


Morbid berasal dari bahasa Latin yang berarti kondisi sakit atau menjadi sakit. Morbiditas  adalah sebutan bagi (1) kualitas penyakit atau yang sedang terserang sakit. (2) Kondisi yang menyebabkan sakit. (3) Ratio jumlah yang sakit dalam total populasi di komunitasnya. 

Pengkodean Morbiditas bergantung pada kelengkapan ringkasan pulang berikut rincian diagnoses pasien, serta  prosedur tindakan selama episode asuhan rawatnya di rumah sakit atau institusi asuhan kesehatan. Kemampuan pengkode melaksanakan pengkodean diagnoses sakit pasien dengan teliti dan cermat  (tidak sembarang menafsirkan sendiri tulisan dokter), presisi (bekerja sesuai pedoman aturan cara penggunaan buku klasifikasi yang ditentukan), akurat (sesuai kondisi yang disandang pasien), dan tepat (waktu sesuai episode asuhan klinis, dan pelayanan perawatannya) sangat diperlukan di Untit Kerja Rekam Medis-Informasi Kesehatan di suatu institusi pelayanan. 



PENGKODEAN  MORBIDITAS

Baru semenjak 1948, ICD yang mulanya disediakan untuk keperluan Pengkodean Mortalitas, bersamaan dengan terbitnya ICD-revisi ke-6,  ICD mulai diakui potensial kegunaannya untuk pengkodean morbiditas. Isi ICD semenjak revisi ke-6 diperluas  meliputi kode-kode kondisi non-fatal. Ekspansi tersebut berkelanjutan sejalan dengan banyaknya tambahan jumlah kategori untuk kepentingan kondisi non-fatal dan keadaan kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan kesehatan.

Bagi kepentingan ICD, istilah morbiditas meliputi penyakit, cedera dan alasan seseorang kontak dengan pelayanan kesehatan, termasuk asuhan skrining, rehabilitasi dan pencegahan (preventif) penyakit. Pengkodean umumnya berkaitan dengan episode asuhan kesehatan di dalam satu institusi pelayanan namun tidak tertutup juga kemungkinan untuk memenuhi aplikasi survei data  diagnostik atau untuk keperluan lain.

Morbiditas umumnya berkaitan dengan satu episode asuhan kesehatan tunggal. Definisi episode asuhan adalah: satu periode asuhan pasien atau kontak (seseri kontak dalam waktu khusus) dengan praktisi asuhan kesehatan untuk kondisi yang sama atau konsekuensi yang timbul.


MORBIDITY RULES


Seorang pengkode harus mampu mempraktekan pemanfaatan 5 (lima) Rules Morbiditas ICD-10 yang tersedia untuk menentukan mana diagnose seorang pasien pulang rawat (discharge diagnosis). Seorang pasien  mungkin saja dirawat untuk pengobatan berbagai diagnoses dalam satu episode asuhan yang bersamaan. Mana diagnose dari sejumlah diagnoses yang disandang pasiennya yang harus ditentukan sebagai diagnose utama, bagi kepentingan analisis statistik kesehatan dan manajemen finansial/keuangan fasilitas pelayanan atau rumah sakitnya, harus mampu dihasilkan oleh pengkode profesional yang handal.

Pemilihan kondisi/daignosis utama diatur melalui  5 (lima) Rules Morbiditas ICD-10. Penerapan Rules Morbiditas akan memudahkan pengkode menyeleksi diagnosis utama pasien. Tenaga medis yang menangani pasien hendaknya juga memahami isi Rules terkait, dan mendokumentasikan diagnoses pasien dalam sekuens runtunan penulisan yang jelas dan legal dapat dipertanggung jawabkan. Pengkode tidak berhak menyeleksi diagnosis utama pasien apabila tidak berkonsultasi dengan dokter yang mengasuh pasiennya.


Episode Rawat

Episode rawat adalah “A period of admitted pasient care between an admission and a discharge or death or series of contacts with health practioner regarding the same problem or its immediate consequences”



KEGUNAAN DATA MORBIDITAS


Data morbiditas adalah data primer masukan ke sistem informasi mananjemen institusi pelayanan kesehatan. Informasi morbiditas digunakan untuk kepentingan manajemen pelayanan pasien, perencanaan pelayanan kesehatan, pengalokasian sumber daya, indentifikasi kausa penyakit, evaluasi terapi dan pengkajian proyek baru atau program kesehatan masyarakat.  Pada akhir suatu episode asuhan, dokter yang bertanggungjawab terhadap asuhan pasien harus mendokumentasikan semua kondisi yang tersandang pasiennya berikut semua prosedur tindakan ke dalam Rekam Medis pasien sesuai episode asuhan dan pelayanan rawatnya. 
Rekam Medis – Rekam Kesehatan pasien adalah sumber primer data diagnosis utama pasien yang harus teridentifikasi dengan nyata, setelah pasien dinyatakan pulang. Setelah dilakukan analisis kualitatif Rekam Medis pasien discharge, pengkode harus mengkode diagnosis utama (Principal diagnosis) berikut kondisi-kondisi lain atau diagnoses sekunder, disertai data tindakan medis atau operasi dan intervensi, yang mengacu ke diagnosis utama.
baru setelah diagnoses dikode Rekam Medis boleh difile.

Sumber-sumber data morbiditas meliputi: Rekam Medis rumah sakit, Rekam Medis sekolah, Rekam Medis personel alat bersenjata, Rekam Medis okupasi, Rekam Medis rawat jalan, Rekam Medis surveilan kesehatan, Rekam Medis pelayanan kesehatan maternal dan anak, Rekam Medis cacat lahir, penyakit infeksi menular, kanker dan penyakit kronis lain, dan juga Rekam Medis pelayanan follow-up pasien yang berpenyakit khusus atau cedera, cacat, dst. 


Konsep Sentral terkait Pengkodean Morbiditas

Pada pasien yang dinyatakan boleh pulang dari satu episode asuhan, dokter yang bertanggungjawab terhadap asuhan pasien harus merekam semua kondisi  yang berpengaruh kepada kondisi pasien terkait. Dalam praktek bisa saja ada beberapa variasi bergantung aturan setempat, ada yang mengatur hanya melaksanakan single-condition coding, di tempat lain ada yang menentukan kebijakan multi-condition coding.

Di Indonesia sampai saat ini hanya mengharuskan rumah sakit mengirim laporan isian RL untuk statistik morbiditas berdasarkan single-condition coding, sedangkan pelayanan asuransi Jamkesmas yang sedang dikembangkan memerlukan multi-condition coding yang bisa menentukan besaran biaya asuhan yang harus ditagih ke pihak ketiga pembiaya pelayanan. Untuk keperluan pelayanan tersebut seorang pengkode harus mahir melaksanakan single-condition maupun multi-condition coding berdasarkan sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan ICD-10, WHO.


Alasan mengapa melaksanakan Single-Condition Coding

Ada pelayanan yang menerapkan ini hanya karena tidak memiliki sumber daya tenaga kerja yang terampil dan profesional, atau hanya karena proses kerjanya lebih sederhana dan hasil yang tepat sudah dapat memenuhi kebutuhannya.

Penerapan single-condition coding, pengkode hanya perlu memilih satu kondisi utama (diagnosis utama) dari seperangkat pernyataan diagnoses pasiennya.

Perhatikan seksi 4.4 dalam buku ICD-Volume 2 tentang Rules berserta panduan cara memilih diagnoisis utama Morbiditas yang diadopsi WHA, bagi kepentingan laporan statistik morbiditas dan bagi tabulasi data diagnoses dan tindakan.

.


WHO requirements for Morbidity Coding:

The condition to be used for single-condition morbidity analysis is the main condition treated or investigated during the relevant episode of health care. The main condition is defined as the condition diagnosed at the end of episode of health care, primarily responsible for the patient’s need for treatment or investigation.

If there is more than one such condition, the one held most responsible for the greatest use of resources should be selected. If no diagnosis was made, the main symptom, abnormal finding or problem should be selected as the main condition.

By limiting the analysis to a single condition for each episode, some available information may be lost. It is therefore recommended, where practicable, to carry out multiple condition coding and analysis to supplement the routin data.



DEFINISI  MAIN  DIAGNOSIS (DIAGNOSIS UTAMA) (WHO)


“ ...  the diagnosis established at the end of the episode of care to be the condition primarily responsible for the patient recieving treatment or being investigated ... that condition that is determined to have been mainly responsible for the episode of health care ....

Secondary Diagnosis (Diagnosis Sekunder)

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang ikut bersama (co-exist) dengan main diagnosis saat waktu admisi atau muncul dalam episode asuhan pasien terkait. Diagnosis sekunder bisa suatu diagnose yang merupakan komplikasi dari penyakit utamanya atau co-morbiditas.

Komorbiditas  (Comorbidity)

Komorbiditas adalah suatu kondisi kesehatan yang datang bersama dengan main diagnosis dan memerlukan pengobatan dan asuhan tambahan bersama terapi yang diberikan kepada kondisi utama yang menyebabkan pasien masuk rawat, dan diakui timbul pada 75% pasien dengan diagnosis tekait dan memperpanjang sedikitnya  1 (satu) hari rawat.

Komplikasi (Complication)

Komplikasi adalah suatu penyakit/kondisi sakit yang muncul saat pasien dalam episode asuhan berjalan, akibat dari suatu kondisi yang telah ada (pre-existing) yang timbul sebagai hasil asuhan yang diterima pasien terkait.  Komplikasi yang dimaksud diakui timbul pada 75% pasien dengan diagnosis terkait dan memperpanjnag sedikitnya 1 (satu) hari rawat.
Apabila pasien hanya memiliki satu diagnosis, para dokter dan pengkode Rekam Medis tidak banyak mengalami kesulitan. Namun dalam kenyataan kasus yang banyak ditemui tidak sesederhana demikian. Mau tidak mau dokter dan pengkode harus memahami Rules yang tersedia.  Untuk memenuhi kebutuhan pengkodean, kondisi lain harus diinterpretasikan sebagai kondisi yang berpengaruh kepada manajemen pasien terkait: pengobatan, prosedur diagnostik, peningkatan asuhan perawatan dan monitoring. 



RULES untuk MENYELEKSI  MAIN DIAGNOSIS


MB (Morbidity Rules) Rules ICD diterapkan apabila kondisi yang diseleksi klinikus tidak konsisten dengan definisi formal dari WHO.  Apabila tidak ada kondisi yang telah dirinci atau terdokumentasi, WHO mengembangkan seperangkat Rules yang dapat dimanfaatkan untuk memastikan bahwa kondisi utama yang diseleksi dan dikode betul memaparkan kondisi utama yang bertanggung jawab atas diperlukannya episode asuhan yang telah berjalan. Pengkode mau tidak mau harus paham tentang penerapan Rules yang tersedia. Contoh soal kasus dan informasi yang diperlukan bisa dipelajari melalui Buku ICD-10 Volume 2.


Rule MB1   Kondisi Minor Dilapor Sebagai Kondisi Utama
(Minor condition recorded as main condition, more significant condition recorded as other condition)

Manakala suatu kondisi minor, sudah lama atau secara mendadak muncul dan dilapor sebagai Kondisi Utama, dan di samping itu ada kondisi yang lebih siknifikan relevansinya bagi terapi yang telah diberikan ditulis sebagai Kondisi Sekunder, maka lakukan Reseleksi Kondisi yang lebih siknifikan sebagai kondisi utama.

Contoh: (1) MC:  Gastritis
OC:  Carcinoma usus besar
Proc. Colectomy
LOS 5 minggu
MC:  Carcinoma colon ICD-10 code: C18.9 M8010/3

Catatan:  MC = main condition, OC = other conditions,  Proc. =procedure, 
   Spec. = specialty       LOS = length of stay
  
(2) MC: Impacted wisdom tooth
OC: Hypertensive heart disease
Neuralgia
Halitosis
Proc:   Dental extraction.   LOS: 2 days
Spec.  Dentistry
MC: .... ICD-10 code: ....

LATIHAN   MB  Rule 1


   MC:  Rheumatoid arthritis
                     OC:  Diabetes mellitus (non-insuline)
      Strangulated femoral hernia
      Generalized arteriosclerosis
         Pasien dirawat di rumah sakit selama 2 minggu
         Proc.:  Herniorrhaphy
         Spec.: Surgery
         MC:  .... Kode ICD-10: ...

  MC:  Gagal jantung kongestif
  OC:  Fraktur tulang paha akibat jatuh dari ranjang di rumah sakit
  LOS: 4 minggu
  Proc.: Fiksasi internal untuk fraktur
  Spec.   1 (satu) minggu dirawat dokter Specialis Penyakit Dalam
              3 (tiga)  minggu dirawat dokter Bedah Orhtopedi
  MC:  ...             Kode ICD-10: ...

  MC:  Epilepsy grand mal
  OC:  Otomycosis
  Spes. THT
  MC: ... Kode ICD-10: ... 





Rule MB2 Beberapa Kondisi direkam Sebagai Kondisi Utama

Apabila tidak bisa menggunakan kode kombinasi untuk mengkode kondisi-kondisi yang digabung menjadi satu sebutan diagnosis, dan di Rekam Medis ada informasi yang lebih mengarah ke satu dari kondisi-kondisi yang ditulis sebagai kondisi utama (main diagnosis) , pilih kondisi ini. Bila tidak ada, pilih yang pertama disebut.


LATIHAN   MB  Rule 2


  MC:  Bilateral bunions
  Diagnoses sekunder: Lesi sekunder, lymph-node
Malignant neoplasm payu dara
  Proc.: mastectomy
        MC: ...   Kode ICD-10: ..

.
(2)    MC: Premature rupture of membrane (Ketuban pecah dini)
  Presentasi sungsang (breech presentation)
Anemia pregnancy
  Proc.:      Spontaneous Veginal Delivery
  MC:  ... Kode ICD-10: ...

  MC: Bronkitis kronik obstruktif
  OC: Prostat hipertrofi
Psoriasis vulgaris
  Pasien rawat jalan
  Spec.      Dermatologist
   MC:  ... Kode ICD-10: ...




Rule MB3 Simtoma ditulis sebagai Kondisi Utama

Manakala istilah simtom atau tanda-tanda direkam sebagai diagnosis utama, dan ada kondisi lain yang jelas terdiagnosis, maka pilih kembali (reselect) : Kondisi lain yang terdiagnosis itu sebagai diagnosis utama.

Simtoma atau tanda-tanda (gejala) akan berkode  R (Bab XVIII)



LATIHAN   MB  Rule 3

  MC (diagnosis utama):   Abdominal pain
  OC  (diagnosis sekunder) Acute appendicitis
  Proc.:  Appendicectomy
  MC:  ... Kode ICD: ...

  MC  (diagnosis  utama): Faecal incontinence
  OC:  (diagnoses sekunder) Angina
Crohn’s Disease, large intestine
  Proc.: Partial excision, colon
  MC:  ... Kode ICD: ...

  MC:  Coma
  OC:  Ischaemic heart disease
           Otosclerosis
           IDDM
  Spec.: Endokrinologi
  Asuhan: Pengaturan dosis tepat insuline
  MC:  ... Kode ICD-10: ...


Rule MB4 Specificity (Kekhususan)

Manakala ada informasi yang lebih tepat terdokumentasi di Rekam Medis pasien, terkait diagnosis utama yang telah dirinci dalam istilah umum, gunakan informasi yang paling spesifik untuk memilih yang paling tepat.


Latihan  MB Rule 4
      

  MC:   Congenital heart disease
  OC:   Ventricular septal defect
  MC:  ... Kode ICD-10: ...

  MC:  Cerebrovascular accident
  OC:  D. mellitus
     Hipertensi primer
           Cerebral haemorrhage
  MC:  ... Kode ICD-10: ...

  MC:  Dystocia
  OC:  Hidrosefalus fetus        Fetal distress
  Proc.: Caesarian section
  MC: ... Kode ICD-10: ...




Rule MB5 Diagnoses Utama Alternatif

Manakala istilah simtom atau tanda-tanda yang direkam sebagai diagnosis utama dengan indikasi bahwa ditimbulkan akibat  satu atau lain kondisi yang disandang pasiennya, maka pilih simtom sebagai kondisi utama.

Apabila ada 2 (dua) kondisi maka pilih yang pertama disebut.



Latihan  MB Rule 5
      

  MC:  Nausea dan muntah akibat keracunan makanan atau appendicitis

  MC: ... Kode ICD-10: ...

  MC:  Acute cholecystitis atau acute pancreatitis

  MC: ... Kode ICD-10: ...

  MC:  Gastroenteritis akibat infeksi atau keracunan makanan
  OC: ...

  MC: ... Kode iCD-10: ...





PETUNJUK   PENGKODEAN

  
Kode berasterisk (*) tidak bisa dikode untuk diagnosis utama, pilih diagnosis yang
berdagger  ( ).

Beri kode penyakit yang akut sebagai diagnosis utama bila ditulis akut atau kronis (kecuali ada kode kombinasi yang bisa diterapkan)

Bila ada > dari satu site yang terkena luka bakar (burn), maka beri kode pada yang terberat sebagai diagnosis utama.

Bagi cedera ganda (multiple injuries), cedera yang paling mengancam jiwa pasiennya yang dikode sebagai diagnosis utama.

Jangan sekali-kali memilih kode sebab luar atau morfologi tumor sebagai kondisi utama!


Proses pengkodean hendaknya adalah: upaya kerjasama antara klinikus dan pengkode, oleh karenanya diperlukan komunikasi yang lancar dan baik.


Ringkasan Panduan Pengkodean Diagnoses Utama dan Sekunder


MC hendaknya dipilih para klinikus, yang mengobati pasiennya, pada akhir episode asuhan – atau, bila perlu, dipilih pengkode berdasarkan penerapan satu Rule Seleksi yang tersedia, dengan tepat.

Segera MC terpilih, diagnoses lain-lain berikut prosedur bisa dikode semua sesuai praktek pengkodean normal dan kebijakan yang berlaku.

Prosedur tindakan harus sesuai dengan kondisi diagnosis pasiennya.

“ABSTRACTION”


Abstraction adalah membaca, menyari, ringkasan rekam klinis dan tulis hal-hal yang akan dikode.

Pengkode harus menggunakan semua dokumen dalam Rekam Medis klinis, tidak hanya lembar ringkasan pasien pulang atau lembar pertama rekam medis.

Pengkode  perlu mengkode diagnosis utama, sekunder (bila ada) dan intervensi atau prosedur tindakan (bila ada).

Proses dijalankan melalui analisis kualitatif dan kuantitatif yang cermat dalam manajemen sistem Rekam Medisnya.


Isu Abstraction untuk Pengkodean Diagnosis Sekunder


Definisi Diagnosis Sekunder:

The hardest concept for coders (and clinicians)

A source of constant discussion due to the difficulties arising from its definition and application – for example: what is being coded?

Do codes relate: to  measure of provision of health care in hospitals, to measure of inpatient morbidity or to measure of morbidity of hospitalized individual?



CODING – ABSTRACTION

(PENGKODEAN– PEMISAHAN)


Buat daftar semua kondisi dan prosedur yang harus dikode dari skrenario di bawah ini.

Baca dengan teliti dan kemudian:
Tentukan Diagnosis Utamanya.
Tentukan kode ICD-nya




Runtunan Tindakan Abstracting

Baca lembar pertama rekam medis
Baca ringkasan pulang, bila ada.
Bandingkan diagnoses – bila berbeda cek hasil tes pasien, atau laporan lain-lain
Baca riwayat sakit pasien yang menyebabkan  pasien masuk admisi?
Ada atau tidak ada co-morbiditas?
Identifikasi prosedur yang akan dikode
Verifikasi diagnoses dan prosedur yang terdokumentasi di lembar pertama.
Kaji selutuh isi rekam medis –
Korespondensi
Lembar kemajuan pasien
Hasil radiologi, laporan laboratorium
Prosedur
Anestesi
Bila kurang yakin: Klarifikasi ke dokternya.
Beri kode pada: diagnose utama (ICD), diagnoses sekunder (ICD), sebab luar (external causes) (ICD) dan tindakan (procedures) (ICPM, ICHI, ICD-9-CM Volume 3)


LATIHAN  1


Skrinario (1)

Pasien dengan osteoarthritis masuk rawat untuk menjalani knee replacement (operasi plastik lutut).

Postoperasi mengalami sakit dada, hasil ECG ditemukan: anterior myocardial infarction.

Pasien demam pada hari ke 8 dan hasil kultur urin ditemukan E-coli UTI, diberi antibiotika.


Skrinario (2)

Pasien dewasa masuk admisi dengan keluhan batuk produktif,
napas pendek, dan demam, hasil X-ray thorax ditemukan:
pneumonia dan gagal jantung kongestif.

Riwayat sakit hipertensi, kanker payu dara (mastectomy,
4 tahun yang lalu) dan ada deep venous thrombosis.
Diberi i.v. antibiotika, O2, ventolin/salin nebulizer, hipertensi
tetap stabil – medikasi telah dikaji.   
  
Skrinario (3)

Pasien usia 72 tahun dengan phimosis, dirawat untuk circumcision
dengan anesthesia umum.

Riwayat sakit lama:
prostatectomy untuk mengatasi kanker prostate.
NIDDM terkontrol.
Hypercholesterolaemia Ischaemic heart disease.
Uncomplicated day case. 

Tinggi darah gula dimonitor dan stabil.

No comments:

Post a Comment